Sabtu, Februari 28, 2009

My First Step To Be A Millionaire

Langkah pertama saya untuk menjadi seorang milioner telah dimulai. Bulan ini saya telah membuat langkah - langkah untuk menanam bibit pohon akasia mangium dan albasia sebanyak 5000 pohon.

Upaya ini selain untuk berinvestasi guna menjadikan saya seorang milyuner, juga sebagai bukti kalau saya juga turut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dengan 5000 batang pohon yang saya tanam, anda sebanyak 1000 orang telah menerima supply gratis oksigen dari saya (karena kebutuhan oksigen seorang manusia di supply oleh 4 pohon katanya).

Saya juga sudah aktif dalam membantu penyerapan karbon dari emisi kendaraan atau pabrik yang semakin banyak. Yang jelas, saya sudah ikut berperan aktif menjaga kelestarian alam. Bagaimana dengan anda? Apakah Lets Go Green HANYA MOTTO saja bagi anda? atau anda adalah seorang yang omong besar saja

Jumat, Februari 27, 2009

Dimensi ke 4 : Dimensi Ruang Waktu

Sering saya baca di artikel majalah, Koran, buku, novel dll bahwa kita di dunia sekarang ini berada dalam dimensi 4 yaitu dimensi Ruang dan Waktu. Tapi saya tidak pernah faham benar maksudnya sampai kemarin say abaca di sebuah buku mengenai penjelasan Dimensi Ruang – Waktu.

Kalau orang yang basic pengetahuannya fisika atau quantum fisika tentu sudah tidak aneh dengan istilah itu. Tetapi orang awan seperti saya yang mempelajari fisika sebatas di bangku SMP dan SMA tentu tidak akan pernah faham benar pengertian Dimensi Ruang – Waktu kalau tidak mencari lebih jauh makna istilah tersebut.

Menurut buku tersebut Dimensi Ruang Waktu terdiri atas Panjang, Lebar, Tinggi dan Waktu. Sebagai contoh bayangkan diri kita berada di Lantai 3 Mesjid Istiqlal Jakarta pada Bulan Januari 2009. Di lantai 3 Mesjid Istiqlal itu kita mempunyai Panjang, Lebar, Tinggi/elevasi dan Waktu. Atau koordinat sumbu X, Y dan Z serta Waktu (Bulan Januari 2009).

Seandainya kita datang ke lokasi koordinat tersebut (persis koordinat lokasi Mesjid Istiqlal sekarang sumbu X,Y,Z) tetapi datangnya pada tahun 1940 kita tidak akan berada di Mesjid Istiqlal lantai 3. Jadi Dimensi Ruang dan Waktu kira – kira seperti itu.

Rabu, Februari 18, 2009

Benang Merah

Siang sampai magrib tadi saya mengikuti rapat kerja. Selama 4 jam rapat yang menghabiskan waktu berharga saya tersebut tidak henti - hentinya saya mendengar kata - kata "benang merah" dari para pejabat "senior". Contohnya : " jadi agar kelihatan jelas benang merahnya", begitu kata pak pejabat kita.

Saya jadi tidak fokus sama sekali dengan materi yang dibahas dalam rapat (soalnya kelamaan). Hal yang sangat mengganggu fikiran saya adalah kata "benang merah". Mengapa benang merah ??? Apakah kalau benang biru atau benang kuning atau benang item jadi tidak kelihatan ???. Sampai acara rapat selesai saya terus memikirkan apakah kalau benangnya tidak merah jadi tidak kelihatan ??? hehehe

Selasa, Februari 03, 2009

Indonesia Greener

View the earth's surface with Google Earth made me a little relieved. Why so? That, if i view of our country (Indonesia) and then continue to see the city in Europe and USA and such as Amsterdam, Paris, New York, Chicago, etc.

I'm relieved because the surface of the earth in the city in Indonesia are still dominated by green color. This means there are many trees or vegetation. This fact indicates that Indonesian People are still concerned with the environment.

I might be surprised when view the Bogor city from Google Earth. There, even until the road are dominated with green color of the trees. Truly great Job by government of Bogor City. But wait a minute. After I zoom in to view more closer Bogor City again, I was deceived. The green color dominate the green on the road of the Bogor City are the chaotic Angkot (Public Transport, such a minibus car) hehehe.

The government are very concerned about environment. Now, the government are also planting a million trees to make better world. Let's support the government program. We can plant maybe a few trees for a person in our backyard.

Balada Angkot Gila


Hari sabtu sore saya ada janji menjemput istri di daerah Kemang, tempat biasanya bus – bus menurunkan penumpang. Istri saya baru pulang dari Jakarta. Saya berhitung, kalau lancar paling – paling 15 menit sudah nyampe. Kalau tidak lancar, ya 25 menitan. Padahal jaraknya paling – paling cuma 3 – 4 Km.

Dengan semangat 45, mobil dari garasi langsung dikeluarkan ke jalan dalam beberapa detik saja. Pintu garasipun tak ditutup kembali berharap si bibi menutupkan.

Sampai di jalan raya kebetulan tepat didepan ada mobil angkot. Baru berjalan beberapa meter di jalan raya, angkot berhenti tanpa memberi tanda. Ya ampun... berhentinya pun di lajur lalu lintas, tidak mau menepi ke bahu jalan. Karena mendadak, saya tidak sempat banting ke kanan. Masih untung buat saya mobil tidak menabrak angkot, hanya hampir cium pantat angkot saja. Sambil menggerutu dalam hati mengutuk sopir angkot saya banting ke kanan setelah terlebih dulu memberi sen ke kanan takut dibelakang ada kendaraan lain.

Belum juga saya selesai menyalip sang angkot yang berhenti, angkot sudah mulai bergerak jalan lagi seolah tidak ada rasa salah. Sekilas saya lihat ke arah wajah sopir. Si sopir membuang muka melihat ke arah kiri. Mungkin tengsin bertatapan muka sama saya, karena salah. Saya perlambat lagi laju mobil saya tidak jadi menyalip angkot. “Sialan, mau disalip malah jalan” maki saya dalam hati.

Berjalan beberapa ratus meter ada seorang ibu dipinggir jalan. Angkot didepan saya mulai memperlambat jalannya, mungkin berharap si ibu mau naik angkotnya. Sebenarnya si ibu tidak menunjukkan tangannya memberhentikan angkot, hanya saja si sopir angkot kege-er-an barangkali si ibu mau naik angkot. Angkot pun meliuk kekiri tapi tidak menepi ke bahu membuat saya yang dibelakang berantisipasi juga siap – siap ke kanan, khawatir berhenti mendadak lagi.

Benar saja, angkot berhenti mendadak lagi dan tanpa menepi ke bahu jalan. “Sialan” maki saya. Tapi kali ini saya lebih siap. Begitu melihat gelagat angkot meliuk ke kiri, saya kasih sen kanan terus menyalip dengan cepat.

Tak berapa lama saya sampai diperempatan Kebon Jahe. Memang kalau lagi terburu – buru gak pernah lampu simpang mendukung memberikan lampu hijau supaya dapat langsung menerobos simpang. Antrilah saya di simpang. Didepan saya ada beberapa angkot dan bus ikut mengantri. Pikir saya, banyak sekali angkot ini, jangan – jangan lebih banyak angkotnya daripada penumpangnya. Soalnya saya lihat didalam angkot kursi penumpang pada kosong.

Lampu lalu lintas berubah warna dari merah ke hijau. Kendaraan yang antri satu persatu melepaskan diri dari simpang. Sampai diseberang simpang ada bus didepan saya berhenti menurunkan penumpang. Semua kendaraan dibelakangnya ikutan berhenti karena lajur sebelah kanan dipenuhi kendaraan dari arah sebaliknya sehingga tidak bisa menyalip.

Tidak berapa lama saya sampai di simpang lagi, simpang warung pojok. Simpang ini sepertinya mempunyai prospek menjanjikan untuk dijadikan "terminal". Buktinya disekitar simpang banyak mangkal tukang ojek yang nangkring di trotoar, becak – becak nangkring di badan jalan, bus ¾ ikutan menghalangi jalan dengan mencari penumpang (ngetem) di badan jalan, beberapa angkot juga ikut-ikutan ngetem.

Selain berpotensi jadi terminal, simpang ini juga punya potensi besar dijadikan Pusat Perbelanjaan (One Stop Shopping). Coba saja lihat, dibahu jalan disekitar simpang banyak berjualan kaki lima. Di area "food court" ada yang jualan gorengan, martabak, sate, buah-buahan, tahu sumedang, chicken crispy, warteg, pecel lele, dll. Di area otomotif, yang memakan area trotoar ada bengkel motor, penjual sparepart otomotif. Di area hiburan ada yang jualan DVD bajakan (karena yang asli harganya 10 s/d 15 kali lipat).

Selesai memperhatikan Pusat Perbelanjaan Simpang Warung Pojok, mata saya melihat lampu sudah berubah ke hijau. Saya bergerak maju. Belum sampai mobil saya di ujung simpang, angkot didepan saya berhenti karena terlihat ada beberapa penumpang di tepi jalan. Ya Tuhan, apakah gak bisa orang – orang ini naik angkot agak jauhan dari simpang, pikir saya. Beberapa kendaraan yang ada dibelakang saya malah masih ada ditengah – tengah simpang. Mereka mulai panik karena lampu lalu lintas pada simpang diarah yang bersilangan sepertinya akan segera hijau, sedangkan mereka tertahan tepat ditengah – tengah simpang. Mereka yang panik mulai menyalakan klakson keras – keras meminta pengertian sopir angkot yang berhenti menutup jalan. Akhirnya sopir angkot sialan itu jalan juga. Saya cepat – cepat salip angkot itu begitu ada kesempatan tanpa memperdulikan lagi mobil – mobil dibelakang.

Didepan saya masih ada 1 simpang lagi yang tidak kalah semrawutnya yaitu Simpang Ciceri sebelum saya sampai ditujuan saya, daerah Kemang. Yaaa, saya pasrah saja lah. Mudah - mudahan istri saya sabar menunggu.